This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, July 3, 2017

Psikologi Sekolah

Psikologi Sekolah adalah bidang yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi klinis dan psikologi pendidikan dengan diagnosa dan pengobatan anak-anak dan 'remaja perilaku dan masalah belajar. Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi yang bertujuan untuk membentuk mindset anak.

Psikologi sekolah dapat melakukan penilaian psikologis dan memberikan bimbingan dan konseling baik untuk anak dan keluarga anak. psikolog sekolah yang di didik di psikologi, dan perkembangan anak remaja, anak dan psikopatologi remaja, pendidikan, keluarga dan pengasuhan praktek, belajar teori, dan teori kepribadian. Mereka memiliki pengetahuan tentang instruksi yang efektif dan sekolah yang efektif.

Peran Psikolog Sekolah :

1. Mengkomunikasikan hasil evaluasi psikologis untuk orang tua, guru, dan lain-lain sehingga mereka dapat memahami sifat kesulitan siswa dan bagaimana untuk melayani kebutuhan siswa.

2. Melakukan penelitian tentang instruksi yang efektif, manajemen perilaku, program-program sekolah alternatif, dan intervensi kesehatan mental.

3. Menilai dan mengevaluasi berbagai masalah yang berkaitan sekolah dan aset anak dan remaja di sekolah yang ditugaskan. 

4. Intervensi langsung dengan siswa dan keluarga melalui konseling individu, kelompok pendukung, dan pelatihan keterampilan.Terlibat dalam pencegahan krisis dan layanan intervensi.

5. Dapat melayani satu atau beberapa sekolah di daerah sekolah atau bekerja untuk sebuah pusat kesehatan mental masyarakat dan / atau dalam lingkungan universitas.

Peran psikolog sekolah dengan siswa untuk:
  1.  Memberikan konseling, pengajaran, dan pendampingan bagi mereka berjuang dengan masalah sosial, emosi, dan perilaku
  2. Meningkatkan prestasi dengan menilai hambatan belajar dan menentukan strategi instruksional terbaik untuk meningkatkan pembelajaran
  3. Mempromosikan kesehatan dan ketahanan dengan memperkuat komunikasi dan keterampilan sosial, pemecahan masalah, manajemen kemarahan, self-regulasi, penentuan nasib sendiri, dan optimisme
  4. Meningkatkan pemahaman dan penerimaan beragam budaya dan latar belakang. 


Peran psikolog sekolah dengan siswa dan keluarganya untuk:

  • Konsultasi dengan orang tua untuk membantu dalam memahami pembelajaran dan                     penyesuaian proses anak-anak.
  • Mengajarkan keterampilan orangtua, strategi pemecahan masalah, penyalahgunaan zat,             dan topik lainnya yang berkaitan dengan sekolah sehat.
  • Mengidentifikasi dan alamat belajar dan masalah perilaku yang mengganggu dengan                 keberhasilan sekolah
  • Evaluasi kelayakan untuk layanan pendidikan khusus (dalam sebuah tim multidisiplin)
  • Dukungan siswa sosial, emosional, dan perilaku kesehatan
  • Mengasuh, Mengajar,dan meningkatkan kolaborasi rumah-sekolah
  • Membuat arahan dan membantu mengkoordinasikan dukungan layanan komunitas


Peran psikolog sekolah dengan guru untuk: 

  • Konsultasi dengan guru di pembangunan dan implementasi kelas metode dan prosedur               dirancang untuk memfasilitasi murid belajar dan untuk mengatasi belajar dan gangguan perilaku.
  • Membantu pendidik dalam melaksanakan suasana yang aman, kelas sehat dan lingkungan sekolah.
  • Mengidentifikasi dan menyelesaikan hambatan akademis untuk belajar
  • Merancang dan mengimplementasikan sistem monitoring kemajuan siswa
  • Desain dan intervensi akademis dan perilaku melaksanakan
  • Mendukung instruksi individual efektif
  • Memotivasi semua siswa untuk terlibat dalam pembelajaran


Peran psikolog sekolah dengan administrators untuk :
  1. Konsultasi dengan sekolah administrator tentang sesuai tujuan belajar untuk anak-anak, perencanaan pembangunan dan perbaikan program untuk murid di reguler dan program-program sekolah khusus, dan pengembangan pendidikan eksperimentasi dan evaluasi.
  2. Mengumpulkan dan menganalisa data yang berhubungan dengan perbaikan sekolah, hasil siswa, dan persyaratan akuntabilitas
  3. Melaksanakan program-program pencegahan sekolah-lebar yang membantu mempertahankan sekolah positif iklim kondusif untuk belajar
  4. Mempromosikan sekolah kebijakan dan praktek yang menjamin keselamatan semua siswa dengan mengurangi kekerasan di sekolah, bullying, dan pelecehan
  5. Menanggapi krisis dengan menyediakan kepemimpinan, pelayanan langsung, dan koordinasi dengan pelayanan masyarakat yang dibutuhkan
  6. Merancang, melaksanakan, dan mengumpulkan dukungan untuk program sekolah kesehatan jiwa yang menyeluruh


Peran psikolog sekolah dengan masyarakat untuk: 
  • Konsultasi dengan masyarakat lembaga, seperti masa percobaan departemen, kesehatan mental klinik, dan departemen kesejahteraan, tentang murid yang sedang dilayani oleh masyarakat seperti lembaga.
  • Membantu siswa transisi ke dan dari lingkungan sekolah dan komunitas pembelajaran, seperti perawatan perumahan atau program peradilan anak.


Pedagogi dan Andragogi

Pendidikan, sebagai salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat. Selama manusia masih bernafas, selama itu pula ia masih mengalami proses pendidikan, karena pendidikan yang dimaksud disini maknanya luas, tidak hanya mencakup pendidikan yang berlangsung di lembaga-lembaga formal, tapi juga pendidikan yang terjadi di luar lembaga-lembaga atau institusi tertentu. Berbeda dengan konsep pembelajaran yang cakupannya lebih sempit. Sesuai dengan pengertiannya sendiri, pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dan murid dalam upaya transfer pengetahuan. Jadi sudah dapat dibedakan dengan sangat jelas perbedaan pendidikan dan pembelajaran.

Dalam dunia pendidikan di kenal dua istilah, yakni pedagogi dan andragogi. Pedagogi dikenal sebagai pendidikan mendidik anak, sedangkan andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).

Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul “The Adult Learner, A Neglected Species” yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah “Andragogi” makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.

A.    Pengertian Pedagogi

Dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah “pedagogi” yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak”. Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai “ilmu dan seni mengajar”.
Pedagogi  secara literal adalah seni dan ilmu pengetahuan tentang mendidik anak-anak dan sering digunakan sebagai sebuah sinonim untuk suatu pengajaran. Secara lebih tepatnya, pedagogi mewujudkan pendidikan yang berfokuskan guru.
Dalam suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari, dan kapan ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.
Guru-guru yang hebat dijaman kuno, mulai dari Confusius hingga Plato tidak mengajar cara teknik yang bersifat autoritarian tersebut. Perbedaan yang ada antara apa yang kita ketahui dari gaya-gaya guru yang hebat-hebat, namun, mereka masih memandang pembelajaran sebagai sebuah proses dari pencapaian yang aktif; dan bukan suatu penerimaan secara pasif. Dengan mempertimbangkan hal ini, suatu hal yang mengejutkan bahwa pemebalajaran yang berfokuskan pada guru menjadi sesuatu yang mendominasi pendidikan.
Sebuah penejelasan bagi pendekatan yang berfokuskan guru kembali kita ke jaman Calvinist yang percaya pada kebijaksanaan adalah sesuatu yang jahat.Mereka mendampingi/mendukung para dewasa untuk mengarahkan, mengontrol, dan akhirnya pembelajaran anak-anak agar mereka tetap bodoh/lugu.
Teori lainnya mempertahankan bahwa sekolah-sekolah pada abad ke-7, di organisir untuk mempersiapkan anak muda untuk menjadi kependetaan. Ditemukan bahwa indoktrinasi merupakan cara yang paling ampuh untuk menanamkan suatu keyakinan/kepercayaan. Beberapa abad kemudian, sekolah yang diorganisisr tersebut menerapkan suatu pendekatan yang sama meskipun hasilnya menjadi sesuatu yang tidak membuat orang bodoh/lugu dan juga tidak membuat orang menyendiri/tertutup.
Jhon Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan potensinya.Dewey menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari pada suatu pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal.Ia percaya bahwa, anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari pada instruksi yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat pendidikan yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsif bahwa pembelajaran adalah hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan terhadap pendidikan itu sendiri.

B.     Pengertian Teori Andragogi

Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina.
Andragogi, pada mulanya diartikan sebagai : seni dan ilmu yang bertugas untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini mendefinisikan suatu alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan yang berfokuskan pada siswa untuk semua umur.
Model andragogi menegaskan bahwa lima permasalahan yang harus diperhatikan dan dibahas dalam pembelajaran formal. Mereka adalah : 1). Dibiarkan siswa mengenal sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari, 2). Peragakan pada siswa bagaimana untuk mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi, dan 3). Hubungakan topik tersebut dengan pengalaman siswa itu sendiri. 4). Orang tidak akan belajar apa-apa kecuali jika mereka siap dan termotivasi untuk belajar. 5). Dan sesuatu yang sering, perlu membantu mereka jika ditemui kendala seperti sikap dan kepercayaan tentang pembelajaran.
Sayangnya, andragogi disebut dalam teks pendidikan sebagai cara dewasa belajar. Knowels sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi terterapkan secara seimbang baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan yang mendasar yaitu anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada orang dewasa
Dalam jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang berbasiskan guru menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan. Penundaan atau menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk belajar/mempelajari teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang kompetitif.
Bagaimana kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan informasi seperti itu jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan apa yang seharusnya dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan kapan yang akan dipelajari ?
Meskipun cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun sebagian besar dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu.Untuk sukses, kita harus meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru kita.
Kita harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri dan menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa.Untuk mengetahui tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.

Pembelajaran orang dewasa menurut Knowles bahkan dapat bertolak dari pedagogi kepada andragogi. Tentang cara belajar orang dewasa, Knowles memiliki asumsi sebagai berikut:
1. Orang dewasa perlu dibina untuk mengalami perubahan dari kebergantungan kepada pengajar kepada kemandirian dalam belajar. Orang dewasa mampu mengarahkan dirinya mempelajari sesuai kebutuhannya.
2. Pengalaman orang dewasa dapat dijadikan sebagai sumber di dalam kegiatan belajar untuk memperkaya dirinya dan sesamanya.
3. Kesiapan belajar orang dewasa bertumbuh dan berkembang terkait dengan tugas, tanggung jawab dan masalah kehidupannya.
4. Orientasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari berpusat pada bahan pengajaran kepada pemecahan-pemecahan masalah. 
5.   Motivasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari pemberian pujian dan hukuman kepada dorongan dari dalam diri sendiri serta karena rasa ingin tahu. 

Berdasarkan tulisannya di tahun 1993 perbedaan asumsi pedagogi dan andragogi yang dikemukakan Knowles itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
ASSUMSI DASAR
Tentang
Pedagogis
Andragogis
Konsep diri peserta didik
Pribadi yang bergantung kepada gurunya
Semakin mengarahkan diri (self-directing)
Pengalaman peserta didik
Masih harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar
Sumber yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain
Kesiapan belajar peserta didik
Seragam (uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum
Berkembang dari tugas hidup & masalah
Oriensi dalam belajar
Orientasi bahan ajar (subject-centered)
Orientasi tugas dan masalah (task or problem centered)
Motivasi bbelajar
Dengan pujian, hadiah, dan hukuman
Oleh dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)















Pengelolaan Kelas

          Pengelolaan kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Everstson, Emmer, & Worsham, 2003). Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pemikiran sosial (Charles & Senter, 2002). Tren baru dalam manajemen kelas lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk lebih mau berdisiplin dan tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas murid (Freiberg, 1999). Dalam tren yang lebih menekankan pada pelajar, guru lebih dianggap sebagai pemandu, koordinator dan fasilitator. Mode pembelajaran yang baru bukan mengarah pada mode permisif.
            Dalam menganalisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :
1
11.   Kelas adalah multidimensional
Kelas adalah setting untuk banyak aktivitas (akademik, sosial, dan berdebat). Tugas harus diberikan, dimonitor, dikoreksi, dan dievaluasi.

22.   Aktivitas terjadi secara simultan
Satu cluster murid mungkin mengerjakan tugas menulis, yang lainnya mendiskusikan cerita bersama guru, dan murid lainnya mengerjakan tugas yang lain, dan lain-lain.

33.      Hal-hal terjadi secara cepat
Kejadian sering kali terjadi di kelas dan membutuhkan respons cepat. Misalnya dua murid yang berdebat, mengeluh, menyontek, mengejek, mencoret-coret, dan sebagainya.

44.      Hanya ada sedikit privasi
Kelas adalah tempat publik di mana murid melihat bagaimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian yang tidak terduga, dan mengalami frustrasi.

55.      Kelas punya sejarah
Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu. Mereka ingat bagaimana guru menangani perilaku yang bermasalah, bersikap pilih kasih, dan bagaimana guru menepati janjinya.

66.      Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi
Meskipun membuat rencana dengan hati-hati dan rapi, kemungkinan besar akan muncul kejadian di luar rencana : alarm kebakaran berbunyi, seorang murid sakit, dua murid berkelahi, komputer rusak, pertemuan tak terduga, dan lain-lain.

“Prinsip Penataan Kelas“
Berikut ini empat prinsip dasar yang dapat dilakukan untuk menata kelas (Evertson, Emmer, & Worshman, 2003) :
Ÿ Kurangi kepadatan di tempat lalu-lalang
Ÿ Pastikan bahwa anda dapat dengan muda melihat semua murid
Ÿ Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses
Ÿ Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas

“Gaya Penataan Ruang Kelas”
1. Gaya auditorium = dimana semua murid duduk menghadap guru.
2. Gaya tatap muka = dimana murid saling menghadap.
3. Gaya off-set        = dimana sejumlah murid (biasanya tiga atau empat murid) duduk di                                                         bangku, tetapi tidak duduk berhadapan satu sama lain.
4.     Gaya seminar = dimana sejumlah besar murid (sepuluh atau lebih) duduk di susunan                                          berbentuk lingkaran, atau persegi, atau berbentuk U.
     5.     Gaya klaster    = dimana sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak)                                                               bekerja dalam kelompok kecil.

Thomos Gordon (1990), mengatakan bahwa huubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.    Keterbukaan, sehingga baik guru maupun siswa saling bersikap jujur dan terbuka diri satu                    sama lain
2.    Tanggapan bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3.    Saling Ketergantungan, antara satu dengan yang lain
4.    Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya,                kreativitasnya, dan kepribadiannya
5.    Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak                          terpenuhi.
3 C dalam manajemen kelas dan sekolah :
ü Cooperative community
ü Constructive conflict resolution

ü Civic values 

Tuesday, April 11, 2017

Sunday, April 9, 2017

Testimoni Belajar Psikologi Pendidikan

Halo semuanyaaa :)

            Nama saya Santi Melisa Anggreini dengan NIM 161301058.
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi USU dan sekarang sedang berada pada semester II (genap). Selama belajar Psikologi Pendidikan saya mendapat banyak sekali tambahan wawasan mengenai dunia pendidikan terlebih mulai dari hal paling mendasar, yaitu motivasi dalam belajar. Dengan mempelajarinya dalam bidang Psikologi Pendidikan ini, saya bisa mengetahui motivasi apa saja yang terdapat dalam diri saya untuk meningkatkan cara atau strategi belajar.

            Selain materi-materi yang terdapat dalam Psikologi Pendidikan ini, dosen-dosen dan pengajar di kampus pun sangat mendukung kemajuan kognitif semua para mahasiswa. Mereka tidak hanya mengajar dan menjelaskan saja, tetapi juga membangun relasi dan koneksi yang sangat positif kepada para mahasiswa dan juga saya :) Memberikan tugas-tugas setiap pertemuan, baik itu tugas individu maupun tugas kelompok, dan para dosen juga sangat ramah dan mau berdiskusi dengan para mahasiswa dikelas ataupun lewat media sosial. Hal itu tentunya sangat membantu dan menimbulkan semangat kami dalam menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.

Laporan Observasi Manajemen Kelas pada Anak Prasekolah (TK) Dharma Wanita Persatuan USU Medan

Laporan Observasi Manajemen Kelas pada Anak Prasekolah (TK) Dharma Wanita Persatuan USU
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 8
Hafizah Aini                          (16-002)
Talenta M.N Hutabarat        (16-005)
M. Ridhona Z. Nur               (16-010)
Wanda Pratama                    (16-026)
Neni Tria                                (16-030)
Intan Yolanda                       (16-041)
Santi Melisa Anggreini         (16-058)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA




KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Observasi Pengelolaan Kelas di Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita Persatuan USU ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami juga berterima kasih pada seluruh Ibu dosen Psikologi pendidikan USU yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai manajemen kelas di taman kanak-kanak, terutama di taman kanak-kanak yang kami kunjungi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.








Medan, 08  April 2017


Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii 
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii 
ISI LAPORAN ...................................................................................................................... 1
1.   Nomor Kelompok ............................................................................................ 1

2.   Ketua dan Anggota Kelompok ........................................................................ 1

3.   Nama Sekolah ................................................................................................. 1

4.   Identitas Sekolah ............................................................................................. 1

5.   Hari/Tanggal Observasi  ................................................................................. 1

6.   Teori Landasan ............................................................................................... 1

7.   Waktu Observasi ............................................................................................ 1

8.   Lokasi Observasi ............................................................................................ 1

           9.   Pembagian Tugas ........................................................................................... 1
          10.  Jadwal dan Sistematis Pelaksanaan Penelitian ...............................................  2
          11.  Jadwal Kegiatan ................................................................................................2

                                   12. Catatan Observasi ...............  ............................................................................ 3

                                   13. Pembahasan Observasi dengan Teori ................................................................ 4

TEORI MANAJEMEN KELAS ................................................................................. 6

KESIMPULAN, HAMBATAN, SARAN ................................................................ 15

TESTIMONI MASING-MASING ........................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
POSTER .................................................................................................................... 19
LAMPIRAN .............................................................................................................. 20
DOKUMENTASI ..................................................................................................... 21




ISI LAPORAN

1.      Nomor Kelompok                 :8 (Delapan)
2.      Ketua Kelompok                   :Wanda Pratama                      (161301026)
  Anggota Kelompok              : Hafizah Aini                         (161301002)
                                                  Talenta M.N Hutabarat         (161301005)   
                                                  M.Ridhona Z Nur                 (161301010)
                                                  Neni Tria Harahap                 (161301030)
                                                  Intan Yolanda                       (161301041)
                                                  Santi Melisa                          (161301058)                           
3.      Nama Sekolah                       : TK Dharma Wanita Persatuan USU
4.      Identitas Sekolah :
- Alamat                                  :  Jl.Universitas No.26, Padang Bulan Kota Medan
- Jumlah Siswa (Observasi)     :  15 orang
- Jumlah Kelas                         :  3 (tiga) kelas
- Jumlah Guru                         :  4 (empat) orang
- Prestasi                                  :  Juara I Lomba Kebersihan tingkat Kecamatan
5.      Hari/Tanggal Observasi         :  Jumat,31 Maret 2017
6.      Teori Landasan                      : Bab 14. Mengelola Kelas
(Psikologi Pendidikan oleh J.W Santrock)
7.      Waktu Observasi :                 08.00 – 10.15 (2 jam 15 menit)
8.      Lokasi Observasi :                 TK Dharma Wanita Persatuan USU
9.      Pembagian Tugas :
No
Nama
Tugas
1.
Wanda Pratama
Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
2.
Hafizah Aini
Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
3.
Talenta Hutabarat
Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
4.
M.Ridhona Z Nur
Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
5.
Neni Tria Harahap
Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
6.
Intan Yolanda
Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
7.
Santi Melisa
Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan

10.  Jadwal dan Sistematis Pelaksanaan Penelitian

NO
URAIAN
MARET
APRIL
1
Diskusi Pemilihan Topik








2
Diskusi Mengenai Teori








3
Observasi








4
Diskusi Kelompok








5
Pembuatan Poster








6
 Posting Blog









SISTEMATIS PELAKSANAAN PENELITIAN
Ø  06 Maret 2017  :  Diskusi Pemilihan Topik
Ø  24 Maret 2017  :  Diskusi Mengenai Teori
Ø  31 Maret 2017  :  Observasi
Ø  01 April 2017    :  Diskusi Kelompok
Ø  04 April 2017    :  Pembuatan Poster
Ø  09 April 2017    :  Posting Blog

11.  Jadwal Kegiatan (Jumat, 31 Maret 2017)
08.00 – 08.15  :  Bel berbunyi, berbaris, berolahraga, menyanyi dan menari bersama
08.15 – 08.45  :  Kegiatan awal, salam dan doa
08.45 – 09.45  :  Kegiatan Inti (Pada hari Jumat menggambar dan membaca cerita)
09.45 – 10.00  :  Cuci tangan, doa dan makan bersama di dalam kelas
10.00 – 10.15  Istirahat, main didalam atau diluar kelas
10.15               :  Pulang

12.  Catatan Hasil Observasi
a.       Keadaan Kelas
·         Di dalam kelas terdapat 4 kelompok meja dengan 3-4 orang murid yang menduduki kursi
·         Gaya penataan kelas menggunakan gaya tatap muka
·         Kelas sudah bersih dan rapi saat murid-murid memasuki kelas
·         Di belakang kelas terdapat tempat mainan murid-murid disimpan
·         Loker kelas terletak rapi disudut belakang kelas dengan nama masing-masing murid. Di dalam loker terdapat buku mewarnai, buku tulis, alat tulis, dan peralatan lainnya.
·         Kelas memiliki dekorasi bervariasi, yaitu terdapat poster-poster abjad serta lukisan- lukisan lucu di dinding kelas
·         Kelas menggunakan AC sebagai pendingin ruangan
·         Terdapat satu meja guru di depan kelas

b.      Aktivitas Kelas
·         Sebelum memasuki kelas murid melakukan senam pagi yang didampingi guru
·         Guru sudah mengenali nama murid satu persatu
·         Murid memasuki kelas dan duduk di kursinya masing-masing
·         Guru membuka kelas dengan berdoa dan menanyakan kabar murid
·         Guru mengulas kembali pelajaran yang sudah lalu saat membuka kelas
·         Guru menanyakan ibadah murid
·         Murid sudah hapal rutinitas di hari Jum’at yaitu murid bebas melakukan hal yang diinginkan seperti menggambar karena senin-kamis murid sudah belajar menulis, membaca, dan berhitung.
·         Murid mengambil sendiri peralatan menggambarnya di loker yang sudah tersedia
·         Ada juga kegiatan menyanyi tentang pelajaran murid
·         Setelah murid selesai menggambar, guru memberikan nilai terhadap gambaran mereka serta menanyakan apa yang mereka gambar
·         Murid yang sudah selesai dinilai diizinkan untuk bermain di area belakang kelas yang sudah tersedia dengan mainan
·         Pada saat jam makan, murid diminta untuk mencuci tangan dengan cara mengantri, kamar mandi murid berada di luar ruangan kelas
·         Guru meminta murid berdoa dan mengawasi murid saat sedang makan sambil menanyakan apa bekal yang ia bawa
·         Sebelum pulang murid diminta merapikan barang-barangnya
·         Diakhir kelas murid diminta berdoa dan diizinkan pulang, kelompok murid yang paling tertib diizinkan pulang terlebih dahulu

c.       Interaksi
·         Interaksi antar guru dan murid cukup baik dan sering
·         Guru membimbing murid untuk membaca doa-doa
·         Guru menegur murid secara langsung apabila tidak tertib
·         Guru menghapal dengan baik nama-nama murid
·         Guru memberikan pujian kepada murid yang berani bercerita tentang kegiatannya
·    Saat menggambar murid banyak berinteraksi dan bercanda, serta pinjam meminjam alat-alat menggambar
·         Guru menanyakan apa gambar yang  mereka gambar secara individu
·      Ada beberapa murid yang tidak mau menggambar tetapi malah mengerjakan soal-soal di bukunya

13.  Pembahasan Antara Hasil Observasi dengan Landasan Teori
1.      Pada TK Dharma Wanita USU, anak – anak didik terlihat mampu menjawab pertanyaan guru melalui media simbolik dengan bentuk rumah ibadah dan foto Presiden. Dimana pada pemikiran praoperasional menurut piaget, tahapan periode praoperasional ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai pemahaman yang tumbuh mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi, dan lainya.
2.       Evertson, Emmer, dan Worsham (2003) dalam buku Santrock (2014) memberi beberapa prinsip penataan kelas, yaitu:
-          Mengurangi kepadatan di tempat lalu–lalang.
-          Memastikan bahwa guru dapat melihat murid dengan mudah.
-          Materi dan perlengkapan kelas mudah diakses.
-          Memastikan murid dapat melihat semua presentasi kelas.
       TK Dharma Wanita masih belum mampu memastikan kondisi pertama. Dikarenakan hal ini terjadi karena ruang kelas satu pintu dengan jalan keluar kantor kepala sekolah.
      Mengenai gaya penataan kelas, Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam Santrock (2004) mengemukakan lima gaya penataan, TK Dharma Wanita USU menggunakan gaya yang  kedua. Yaitu, gaya tatap muka, dimana murid saling berhadapan (face to-face). Anak – anak akan belajar  cenderung lebih sering bercengkrama dengan temannya yang lain.
      Personalisasi kelas cukup baik di TK ini sebab dekorasi kelas menggunakan hiasan warna-warni , mainan yang memacu kognitif  dan kreatifitas (seperti susunan kayu dari besar-kecil dan lego). Tetapi ruangan kelas kurang efektif penempatannya karena berseberangan dengan ruangan kepala sekolah (bisa dilewati dari pintu yang sama).
3.      Dalam menciptakan lingkungan yang positif di sekolah,guru menggunakan strategi otoritatif dimana murid dilibatkan dalam kerja sama serta diberi perhatian. Kerjasama terlihat dari kegiatan mengambil peralatan gambar di loker masing-masing.
4.      Dalam mempertahankan aturan atau prosedur, terdapat tiga strategi untuk menjaga kerjasama antara murid dan guru yang masing-masing telah dipenuhi oleh TK  yaitu:
      Menjalin hubungan positif dengan murid: berinteraksi secara empat mata.
      Mengajak murid untuk bertanggung jawab: setelah selesai makan mereka harus membersihkan meja mereka dan merapikannya,setelah selesai bermain mereka harus menyusun kembali mainan yang mereka ambil.
       Memberikan hadiah: memuji, mengacungkan jempol,  menepuk tangan pada murid yang bersemangat dan yang berani untuk tampil membaca puisi dan bernyayi.
5.      Terdapat masalah yang jelas mengenai seorang murid yang tidak bisa duduk tenang dikelas dan mulai mengganggu teman yang lainnya, tetapi guru TK menyelesaikan masalah ini dengan bentuk non-asertif. Setelah menanganinya guru melanjutkan pembelajaran dikelas.
6.      Untuk mengatasi beberapa masalah yang lazim dialami oleh para guru TK dalam berkomunikasi dengan muridnya, maka harus dengan menjalin hubungan komunikasi aktif dengan audien (anak-anak). Hal ini dikatakan oleh College pada tahun 1995 (Santrock, 2004).

 TEORI MANAJEMEN KELAS
1.  
                        Sejarah dan Tokoh
Kelas dimana anak usia dini atau Taman Kanak Kanak sebagai sebuah institusi pendidikan mungkin masih tergolong baru dibandingkan sekolah lainnya. Menurut sejarahnya tercatat Freidrich Froebel (21 April 1782-21 Juni 1852) seorang berkebangsaan Jerman, sebagai salah satu pengagas pendidikan untuk anak dengan membuka kindergarten (kinder=anak; garten=taman) pertama di dunia pada 28 Juni 1840 di Thuringia-Jerman. 
Pendidikan TK dimaksudkan untuk memelihara tumbuhnya kebudayaan bangsa yang merdeka, terutama melalui sistem pendidikan dan pengajaran. Seiring dengan perkembangan Taman Indria, berkembang pula Taman Kanak-kanak (TK) yang merupakan adaptasi dari konsep Kindergarten dan Taman Indria. Perkembangan TK jauh lebih pesat dari pada Taman Indria. Dalam perjalannya selama di Indonesia, lahir pula Raudhatul Athfal atau RA yang merupakan penyelenggaraan program pendidikan bagi anak usia dini dengan kekhasan agama Islam.
Baik Taman Indria, Taman Kanak-kanak, maupun Raudhatul Athfal, sasarannya baru mencakup anak di atas usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian anak usia 0-4 tahun belum terlayani program PAUD dalam bentuk apapun. Seiring dengan perkembangan kebutuhan akan pengasuhan terutama bagi anak yang kedua orangtuanya bekerja di luar rumah, muncullah program Taman Penitipan Anak atau TPA yang awalnya hanya berfungsi sebagai tempat titip/pengasuhan anak. Sejak tahun 1980-an, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan dunia internasional tentang arti pentingnya pendidikan, mulai dibuka lembaga untuk anak usia 3-4 tahun dalam bentuk Kelompok Bermain atau Kober atau KB.
Hal penting lainnya adalah dasar bagi kurikulum yang dirancang Froebel, yaitu gift (objek yang dapat dipegang dan digunakan anak sesuai instruksi guru, sehingga anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran, warna, dan menghitung), occupation(materi untuk mengembangkan berbagai keterampilan, seperti menjahit sesuai pola, membuat bentuk mengikuti pola, menggunting, menggambar, menempel dan melipat kertas, dll), nyanyian, dan permainan yang mendidik.
2.     
             Anak Prasekolah
Salah satu Teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami kognitif seseorang melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia.
1.Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Pemikiran Praoperasional menurut piaget
Pada tahapan periode praoperasional ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai pemahaman yang tumbuh mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi, dan lainya.
1)      Fungsi simbolis Fungsi simbolis (Symbolic function): 
Kemampuan anak menggunakan representasi mental  (kata-kata, angka, atau gambar). Tanpa simbul-simbul, individu tidak dapat berkomuniasi secara verbal, membuat perubahan, membaca peta, atau mengenali foto-foto yang disayangi dari kejauhan. Simbol-simbol bisa membantu seorang anak untuk mengingat dan berpikir tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik.
Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a.       Imitasi tidak langsung Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.

b.      Permainan Simbolis Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.

c.       Menggambar Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d.      Gambaran Mental merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.

e.       Bahasa Ucapan Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain.

Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
3.      
             Manajemen kelas
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Evertson, Emmer, & Worsham, 2003 dalam Santrock, 2004). Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V Johson dan Mary A Bany, bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Secara historis, dalam manajemen kelas, guru dianggap sebagai pengatur dan dalam tren selanjutnya lebih menekankan pada pelajar, dan guru sebagai fasilitator (Freiberg, 1999; Kauffman, dkk., 2002 dalam Santrock, 2004).
            Proses belajar-mengajar dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut :
1.      Guru sebagai pendidik
2.      Murid sebagai yang dididik
3.      Alat-alat yang dipakai
4.      Situasi dalam dan lingkungan kelas
5.      Kelas itu sendiri                                              
6.      Dan hal lainnya yang sewaktu-waktu terjadi

Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
Walter Doyle (1986) dalam buku Santrock (2004) mendeskripsikan enam karateristik yang merefleksikan kompleksitas dan problemnya yaitu:
1.        Kelas adalah multidimensional, yaitu kelas adalah setting untuk banyak kegiatan, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, bermain, berkomunikasi dengan teman dan berdebat.
2.        Aktivitas terjadi secara simultan. Banyak aktivitas yang terjadi secar simultan didalam kelas, seperti ada murid yang menulis dan sebagian lagi mendiskusikan suatu cerita bersama guru.
3.        Hal-hal terjadi secara cepat. Kejadian yang sering kali terjadi secara cepat dan membutuhkan respon yang cepat.
4.        Kejadian sering tidak terprediksi. Hal ini berupa murid sakit, murid berkelahi, alarm kebakaran berbunyi, dan sebagainya.
5.         Hanya ada sedikit privasi. Kelas adalah tempat publik dimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian yang tidak terduga, dan mengalami frustasi.
6.        Kelas punya sejarah. Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu.
Tujuan dan Strategi Manajemen
Menurut Santrock (2004), ada 2 tujuan manajemen kelas yang efektif, yaitu :
1.        Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan.
2.        Mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.
Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
Prinsip penataan kelas yang dikemukakan oleh Evertson, Emmer, dan Worsham (2003) dalam buku Santrock (2004):
- Mengurangi kepadatan di tempat lalu–lalang.
- Memastikan bahwa duru dapat melihat murid dengan mudah.
- Materi dan perlengkapan kelas mudah diakses.
- Memastikan murid dapat melihat semua presentasi kelas.

Gaya Penataan yang dikemukakan oleh Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam buku Santrock (2004):
- Gaya auditorium yaitu semua murid menghadap guru.
- Gaya tatap muka yaitu murid saling berhadapan langsung satu sama lain.
- Gaya off-set, sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan
   langsung satu sama lain.
- Gaya seminar, sejumlah murid duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi.
- Gaya klaster, yaitu sejumlah murid bekerja dalam kelompok kecil.

4.      Perkembangan Anak Pra-Sekolah
Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3 – 6 tahun. Mereka biasa mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia pada umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak 3 – 5 tahun dan kelompok bermain atau Play Group (usia 3 tahun), sedangkan pada anak usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak (Biechler dan Snowman dari Patmonodewo, 2003).
Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri yang melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK. Ciri-ciri anak TK dan prasekolah yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
Ciri Fisik Anak Prasekolah
Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.
·           Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.
·           Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
·           Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu.
·           Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
·           Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya.
·           Walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas.


Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
·           Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
·           Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
·           Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial.
                                   
Ciri Emosional Anak Prasekolah atau TK
§   Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
§   Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.
Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
·           Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
·           Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal.
·           Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. a) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. b) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. c) Kagumilah apa yang dilakukan anak. d) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Pendidikan anak Pra-Sekolah
·           Menurut The National Association for The Education of Young Children (NAEYC), pendidikan prasekolah (early childhood education) adalah pelayanan yang diberikan dalam tatanan masa kanak awal. Fungsi pendidikan prasekolah sendiri merupakan sebagai persiapan anak untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih matang.
·      Menurut UU RI No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 (2), pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasai pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.

Bermain Sosial
Dengan bentuk seperti ini, guru dapat melihat partisipasi anak dalam suatu kegiatan bermain dan akan menunjukkan derajat partisipasi berbeda. Parten (1932) dan Brewer (1992) menjelaskan berbagai derajat partisipasi anak :
· Solitary Play             ; anak bermain sendiri tanpa menghiraukan anak lainnya
· Onlooker Play           ; anak hanya sebagai penonton dalam permainan tersebut
· Parallel Play              ; anak menggunakan mainan yang sama atau meniru cara anak lain ber-
                                      main, namun tetap bermain sendiri.
· Associative Play       ; anak bermain bersama namun permainan tidak terstruktur
· Cooperative Play      ; anak bermain bersama dengan aturan-aturan tertentu

Praktik Pendidikan Anak Pra-Sekolah
Pada tahun 1986, NAEYC meneliti isu praktik yang cocok dikembangkan pada program masa awal anak-anak. Dalam suatu studi, anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah dengan praktik yang cocok menurut dokumen yang diterbitkan NAEYC memperlihatkan perilaku kelas yang lebih cocok dan kebiasaan belajar yang lebih baik (Hart & others, 1993).
Beberapa model pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD:
1.      Model Pembelajaran Klasikal
Adalah suatu pembelajaran dimana dalam waktu yang sama, kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas. Pembelajaran ini merupakan model yang paling awal digunakan di TK. Sarana pembelajaran terbatas dan kurang memperhatikan minat anak secara individu.
2.      Model Pembelajaran Berdasarkan Kelompok dengan Kegiatan Pengamanan
Dalam pembelajaran ini anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda-beda. dalam satu pertemuan anak harus menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dan secara bergantian. Bila ada anak yang sudah menyelesaikan tugas lebih cepat, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain di kelompok yang tersedia tempat. Kalau tidak ada tempat anak dapat bermain di kegiatan pengaman. Kegiatan pengaman disediakan alat-alat yang bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema / sub tema
3.      Model pembelajaran berdasarkan sudut,
Langkah-langkah pembelajaran hampir sama dengan model area, hanya sudut-sudut kegiatan merupakan pusat kegiatan. Alat-alat kegiatan yang disediakan lebih bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema dan sub tema.
4.      Model pembelajaran berdasarkan area Model
Pembelajaran ini lebih memberikan kesempatan kepada anak dalam memilih / menentukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran ini untuk memenuhi kebutuhan anak dan menghormati keberagaman budaya serta menekankan pada pengalaman belajar bagi setiap anak.
5.      Model pembelajaran berdasarkan sentra
Adalah pendidikan pembelajaran dalam proses pembelajaran dilakukan di dalam lingkaran dan sentra bermain. Guru bersama anak duduk dengan posisi melingkar dan saat dalam lingkaran, guru memberikan pijakan pada anak sebelum dan sesudah bermain Sentra bermain merupakan area / zona bermain anak yang di lengkapi alat bermain, berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mengembangkan seluruh potensi dasar anak dalam berbagai aspek perkembangan secara seimbang. Dalam membuka sentra setiap hari disesuaikan dengan jumlah kelompok setiap PAUD Pembelajaran sentra dilakukan secara tuntas mulai awal kegiatan sampai akhir dan fokus pada satu kelompok usia PAUD dalam satu kegiatan di satu sentra kegiatan Setiap sentra mendukung perkembangan anak dalam tiga jenis bermain : bermain sensori motor / fungsional , bermain peran , bermain konstruktif (membangun pemikiran anak).
Selain metode yang bersifat teknis di atas, ada beberapa metode pengajaran yang lebih umum antara lain :
a.       Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnya, ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Anak juga terlatih berpikir kreatif dan berinisiati.
       b.      Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran yang mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Setidaknya tedapat tiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya, anak belajar tentang tanaman pisang, pendidik tak hanya menjelaskan tentang pisang tapi juga mengajak anak ke kebun untuk mengeksplorasi tanaman pisang. Dengan belajar dari alam, anak dapat mengamati sesuatu.

                                               KESIMPULAN, HAMBATAN, SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa TK Dharma Wanita Persatuan USU telah memiliki pengelolaan kelas yang cukup baik.Dimana TK ini telah cukup memenuhi prinsip penataan kelas,  gaya penataan kelas menggunakan gaya tatap muka, prinsip penataan kelas sudah terpenuhi. Tetapi menurut kami, guru pada TK ini kurang dalam memberikan reward berupa pujian terhadap murid-murid yang sudah berani menjawab pertanyaan guru. 
Hambatan
            Secara keseluruhan semuanya berjalan lancar, tetapi terkadang ada beberapa anak yang masih malu-malu karena kedatangan kami, jadi mereka juga terkadang tidak menjawab apa yang kami tanyakan.
Saran
            Sebaiknya guru di TK Dharmawanita USU lebih sering memberikan reward bukan hanya  tepuk tangan tetapi juga berupa perkataan seperti “kamu pintar sayang!” agar memotivasi murid lebih berani menjawab pertanyaan guru serta lebih semangat.

                                                       TESTIMONI MASING-MASING
Hafizah Aini 16-002
Pengalaman yang menarik dan menyenangkan. Karena berinteraksi dengan anak-anak. Dengan adanya kegiatan observasi ini membuat saya mengetahui hal apa saja yang bisa diobservasi dan energi positif dari anak-anak itu rasanya menular kepada kami. Bagaimana keceriaan dan semangat mereka yang membuat kami ikut bersemangat dan ceria.

Talenta M.N. Hutabarat 16-005
Menurut saya, kegiatan observasi terhadap manajemen kelas dimata kuliah psikologi pendidikan ini adalah hal yang baru dan merupakan bagian tugas yang sangat menyenangkan dan sangat membantu dalam penambahan ilmu secara praktik dalam pembelajaran selama kuliah.

M. Ridhona Z. Nur 16-010
Observasi ini membuat saya ingin kembali ke masa kecil saya. Apalagi lihat anak –anak yang lucu lucu. Wihhh.... makin membuat saya betah di TK itu. Dan satu hal yang membuat saya belajar dari TK itu adalah nikmatilah masa kecilmu!. Sebab jika kita merasa masa kecil kita pahit,maka jadikanlah ia alasan buat kesuksesanmu di masa depan, tapi jika kita merasa masa kecil kita manis maka jangan jadikan ia alasan tetapi pertahankanlah untuk kemudahanmu  dalam kesuksesanmu di masa depan.

Wanda Pratama 16-026
Menurut saya sistem pembelajarannya sangat menyenangkan karena anak-anak bisa belajar sambil bermain, sebab pembelajar seperti itu tidak ada kebosanan dalam belajar

Neni Tria Harahap 16-030
Observasi ini merupakan pengalaman yang menarik untuk saya, karena saya sebelumnya belum pernah melalukan observasi terutama terjun langsung mengobservasi anak-anak TK.Serta banyak sekali hal positif yang saya peroleh seperti semangat mereka yang tinggi dalam belajar dan observasi ini juga mengingatkan saya terhadap masa TK saya dulu, bahwa guru akan sangat sabar menjawab pertanyaan yang terkadang sangat lucu dan tidak masuk akal.

 Intan Yolanda 16-041
Menurut saya sistem pembelajarannya sudah cukup bagus dan juga sistem pengajarannya. Hanya perlu di maksimalkan saja. Selain itu, sekolah juga harus melihat bagaimana cara siswa belajar agar lebih mudah dan baik dalam menerima pelajaran di sekolah. 

Santi Melisa Anggreini 16-058
Observasi kepada anak-anak TK justru semakin membuat saya deg-degan! Saya sangat senang bertemu dengan anak-anak dan seketika saya merasa lebih muda. Para guru dan murid menyambut kami dengan sapaan dan senyuman hangat. Mereka sangat atraktif tetapi terkadang suasana kelas menjadi agak ribut. Akan tetapi guru bisa mengontrol mereka. Saya berkeinginan untuk melakukan observasi ketempat lain lagi.

                                                   DAFTAR PUSTAKA


Santrock, John. (2004), Psikologi Pendidikan.Jakarta: Prenadamedia Group

                                                                         POSTER

                                                                        LAMPIRAN

DOKUMENTASI
Foto bersama anggota kelompok dan guru beserta murid-murid :














Saat anak-anak senam pagi didampingi guru














Keadaan kelas















Siswa menggambar dan mewarnai







 Guru memeriksa dan menilai gambaran siswa










Saat anak mencuci tangan sebelum makan










Saat anak-anak makan siang